Satu Musim, Satu Kisah


:jenjang pasanggrahan

Di Bukittinggi aku tempuh lagi kesepian, kenangan yang saling dera mendera. 
Boulevard yang lengang, tangga panjang dan lampu temaram serta cuaca di gigil badan.

Di Bukittinggi apapun akan menjadi lain;
Hujan yang tertunda,
Riuh angin sepanjang jalan raya
Suara-suara dalam dada
Dan geletar yang tak biasa

Di Bukittinggi itu pula, kawan
Aku kenalkan engkau pada sebuah kisah. Duduklah, 
Dulu seseorang pernah berlarian dalam hujan. Begitu jauh dan sepi
Gaung-gaung suara, rintik cuaca di kemeja, titik hujan dari mata
Ia tak ingin mengingatnya; hujan manakah yang telah membawanya ke tangga itu. hujan manakah yang menariknya untuk mengisahkan ini padamu

Oh, di tangga itu kisah itu kembali menggaung. Adakah kau menangkap suara-suara (seperti seseorang meraung)

Dulu seseorang pernah mengutuk dirinya. Tepat di tempat engkau menyeruput ujung cangkir capuccinomu itu.
Jangan berdiri dulu, bukankah kau ingin mendengar kisah tentang gelisah?

Di Bukittinggi, aku menarikmu pada sebuah kisah;
Seperti sebuah suara yang ingin dibenam
Seperti lampu yang ingin aku padamkan
Atau seumpama semusim kisah yang ingin kau telan
Tapi menyesak tenggorokanmu
Dan sebuah pekik tajam kemudian menjelma tangis yang pilu, kawan
Kemudian malam yang sekam

Apakah kau tetap akan mendengar kisah ini
Jika kuminta capuccino satu cangkir lagi?


Arif Rizki

0 Comments:

Post a Comment