Dari sudut pandang Septri Lediana

Matahari terlalu garang siang itu, Kamis (7/5). Beberapa kru Komunitas Lampu Pijar (KLP) duduk di depan kantor jurusan Bahasa dan Sastra Inggris sambil menyandang tas ransel yang menggembung pertanda terlalu banyak memuat isi. Sambil menahan gerah kami menghibur diri dengan canda seadanya yang mengundang tawa. Waktu itu sudah 2 jam berlalu dari pukul 12 siang, waktu yang disepakati semua kru KLP untuk berkumpul di depan kantor Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris. Namun, dari 10 orang kru, baru beberapa orang kru saja yang sudah berada di tempat. Padahal rencana awal, paling tidak pukul 1 siang, kru KLP sudah meluncur ke Bukittinggi untuk syuting film La Mannequin. Masalah perkuliahan, pekerjaan atau aktivitas organisasi lainnya menjadi alasan yang tak pantas disalahkan, mengingat beberapa kru KLP tentulah memiliki kesibukan masing-masing di luar KLP. Berbagai hambatan pun terkadang datang tak terduga. Tak terelakkan susunan jadwal syuting selama tiga hari di Bukittinggi pun sedikit terganggu.

Waktu terus bergerak, beberapa kru yang ditunggu satu per satu berdatangan. Hanya satu dua orang kru saja yang belum datang. Kru KLP pun memutuskan untuk beranjak dari depan kantor jurusan Bahasa dan Sastra Inggris menuju terminal travel dan sepakat menunggu kru yang belum datang di sana. Dengan menyandang ransel masing-masing kru beranjak menunggu angkutan kota (angkot) di pinggir jalan. Lama menunggu, angkot tak juga kunjung datang. Kru KLP pun menyadari tak satu pun angkot yang lewat. Kemudian barulah diketahui, para supir angkot berdemo menolak larangan penggunaan cutting stiker. Tak ada satu pun angkot beroperasi hari itu yang bisa mengantarkan kru KLP ke terminal travel.

“Kenapa Pak Datuk harus meminjam kamera minggu ini? Kenapa banyak halangan yang bikin kru molor? Kenapa bantuan dana susah dicari? Kenapa angkot harus mogok hari ini? Ada yang mau daftar masalah lagi?” ujar salah seorang kru. Beberapa kru menanggapinya dengan tertawa. Terkadang dengan tawa beberapa masalah di KLP terselesaikan.

Maka dengan terik matahari yang begitu garang ditambah beban di punggung, kru KLP pun berjalan kaki menuju terminal travel yang berada sekitar satu kilometer jauhnya dari kampus UNP. Bukan jarak yang terlalu jauh. Namun, dengan beban berat di punggung dan matahari yang sangat tak bersahabat, satu kilometer seakan terasa lebih jauh. Manusiawi jika beberapa kru mengeluhkan situasi itu. Beberapa kru memilih untuk bersenda gurau dengan yang lainnya seraya menjaga semangat yang masih membara.
Tak lama kemudian semua kru KLP sudah berkumpul dan travel bersiap untuk melaju menuju Bukittinggi. Semua kru mengambil telah mengambil tempat masing-masing di dalam travel. Ada perasaan lega yang terasa, satu langkah lebih dekat menuju syuting film La Mannequin. Satu langkah lebih dekat lagi menuju impian yang sebentar lagi akan tercapai : film perdana yang menjadi pembuka awal untuk film-film berikutnya.

Sepanjang perjalanan tiap kru memilih cara masing-masing untuk menghabiskan waktu. Ada yang sibuk bercanda tawa satu sama lain. Ada yang bertukar pikiran, berdiskusi tentang satu potret kehidupan. Ada yang sibuk menikmati musik dengan headset terpasang di telinga dan kepala yang sesekali terangguk-angguk mengikuti hentakan musik. Ada yang sibuk mengetik sms di telepon seluler berkali-kali dan terseyum-senyum sendiri. Ada yang tidur menahan rasa pusing di kepala. Ada pula yang sibuk bermain dengan pikirannya sendiri tentang hal-hal yang ditinggalkan di kota Padang, tentang hal-hal yang belum selesai dan menunggu diselesaikan sepulang dari Bukittinggi nantinya. Begitu banyak yang menunggu diselesaikan, begitu banyak hal-hal yang menunggu di Bukittinggi.

***
Hari sudah senja ketika kru KLP menginjakkan kaki di Bukittinggi. Taman Jam Gadang terlihat ramai pengunjung. Tanpa basa basi dan istirahat terlebih dahulu, kru KLP langsung menggencarkan aksi. Kameramen, Fadli Akbar langsung mengambil kamera, mencari angel yang menarik untuk dijadikan latar. Sutradara, Arif Rizki, Co-Director, Riswan Indra dan Act Director, Rio SY sibuk memberi pengarahan pada sang Aktor, Andika Maesa Putra. Beberapa gambar untuk beberapa act dan scene diambil hari itu hingga malam hari. Hari pertama di Bukittingi tidak memberikan banyak waktu untuk kru KLP untuk mengambil lebih banyak gambar lagi.

Syuting hari itu ditutup dengan sepiring nasi goreng, teh panas, nasi soto atau secangkir cappuccino di salah satu kafe di dekat jenjang pasanggrahan.
Guyonan dan canda yang tiada henti. Tawa-tawa yang sangat sering menggema sampai membuat perut terasa kejang. Hingga pembahasan apa yang akan dilakukan setiba di rumah sang sutradara, Arif Rizki, tempat kru KLP berlabuh selama di Bukittinggi. Begitu banyak yang akan dikerjakan, dekorasi kamar yang masih belum sedikit pun dikerjakan, beberap properti yang harus dibuat. Semua hal yang membuat kru baru bisa tidur entah jam berapa. Namun, terbayangkan tidak akan terasa berat dengan segala canda dan tawa.

Dan di jenjang pasanggrahan malam itu, Bukittinggi terasa tidak sedingin biasanya.***

0 Comments:

Post a Comment